5 jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Yang Berkaitan Dengan Gangguan Pada Perkembangan Otak dan Syarafnya

Jenis Anak Berkebutuhan Khusus yang Terganggu Perkembangan Otaknya

Jenis Anak Berkebutuhan Khusus Berkaitan Dengan Perkembangan Otak – Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah suatu kondisi dimana seorang anak membutuhkan perhatian khusus yang lebih menyeluruh dan spesifik oleh lingkungan sekitarnya. Anak Berkebutuhan Khusus memiliki gangguan dalam tumbuh kembangnya, sehingga ia tampak berbeda dengan anak-anak normal kebanyakan.

Pada tahun 2015 lalu, jumlah Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia menyentuh angka 1,6 jiwa. Data tersebut tersimpan dalam Data Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud. Diperlukan pemahaman dan penanganan yang baik demi menemukan solusi terbaik.

Tidak selalu berbeda dari segi fisik semata, Anak Berkebutuhan Khusus juga bisa terlihat lain dari segi emosional, mental, bahkan sosial. Karena itu, Anak Berkebutuhan Khusus membutuhkan pendidikan khusus untuk membantu perkembangannya.

Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang Memiliki Gangguan Perkembangan Pada Otak dan Syarafnya

Anak Berkebutuhan Khusus dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. Setiap jenis gangguan Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai ciri dan gejalanya masing-masing. Berikut beberapa jenis Anak Berkebutuhan Khusus yang memiliki gangguan perkembangan pada otak dan syarafnya.

#1. Autis atau Autisme

Autis atau Autisme merupakan salah satu jenis gangguan pada syaraf yang permasalahannya sangat kompleks. Ia ditandai dengan beberapa gejala seperti kesulitan dalam berkomunikasi, berinteraksi, bersosial, serta tingkah laku yang terbatas.

#2. Asperger Disorder (AD)

Pada dasarnya, Asperger Disorder (AD) ini termasuk ke dalam kategori autisme, dimana penderita akan mengalami kesulitan yang sama dalam berkomunikasi, berinteraksi, bersosial, serta perilakunya. Hanya saja, ia cenderung lebih ringan jika dibandingkan dengan autisme yang dikenal sebagai High-fuctioning autism.

Salah satu perbedaan antara Asperger Disorder (AD) dengan autisme terletak pada kemampuan berbahasanya. Ketimbang penderita autisme, anak-anak yang mengalami Asperger Disorder (AD) memiliki kemampuan berbahasa yang lebih baik.

Walaupun begitu, penderita Asperger Disorder (AD) tidak bisa disebut baik dalam berkomunikasi. Intonasi bicaranya tampak datar, wajahnya kurang berekspresi, dan sering kali ia hanya akan berbicara mengenai hal-hal yang ia minati saja.

#3. Rett’s Disorder (Sindrom Rett)

Rett’s Disorder atau Sindrom Rett merupakan gangguan perkembangan pada fisik, mental, dan sosial yang muncul pada usia balita. Sindrom ini menyerang anak-anak yang sebelumnya normal, namun seiring perkembangannya, ia malah mengalami kemunduran.

Koordinasi motoriknya semakin menurun seiring dengan menurunnya kemampuan bersosial. Salah satu gejalanya ialah dimana seorang anak kehilangan kemampuan berbahasanya secara tiba-tiba. Anak Berkebutuhan Khusus jenis ini didominasi oleh anak perempuan.

#4. Attention Deficit Disorder with Hyperactive (ADHD) atau Hiperaktif

Di Indonesia, ADHD lebih dikenal dengan sebutan anak hiperaktif. Namun perlu diketahui sebelumnya, bahwa tidak semua anak hiperaktif menderita ADHD. Sedangkan penderita ADHD sudah pasti tergolong anak hiperaktif.

Anak Berkebutuhan Khusus jenis ini sangat sulit untuk diam dan tenang. Penderita ADHD selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lainnya, bergerak-bergerak, atau memainkan benda-benda. Mereka sangat tidak bisa diam, sekalipun itu hanya 5 atau 10 menit saja.

Konsentrasi dan fokus anak penderita ADHD sangat mudah pecah. Mereka tidak mampu berkonsentrasi dengan baik, cepat bingung, pikirannya kacau, dan tidak mempedulikan perintah atau arahan dari orang-orang di sekitarnya.

#5. Cerebral Palsy (Lumpuh Otak)

Cerebral Palsy atau lumpuh otak merupakan gangguan pada otot, gerakan, atau bahkan postur tubuh akibat adanya perkembangan yang tidak normal, cedera atau kerusakan pada otak (brain injury).

Kerusakan otak yang ada biasanya sudah terjadi sejak masa kehamilan. Namun gejalanya baru akan tampak ketika sang anak masih dalam keadaan bayi atau bahkan usia pra sekolah. Kerusakan pada otak yang terjadi akan mempengaruhi fungsi kerja motorik.